Image Source : by Agê Barros on Unsplash
Hai mates! Setelah beberapa waktu lalu kita sempat membahas tentang Waiting Time atau Waktu Tunggu Kapal, kali ini kita akan membahas tentang Turn Round Time, nih. Selain meluruskan persepsi teman-teman tentang definisi Turn Round Time, kita juga akan membahas hubungan Turn Round Time dengan perhitungan waktu pelayanan kapal lainnya.
Let’s check this out!
Istilah Turn Round Time adalah satu dari beberapa istilah yang banyak digunakan untuk menunjukkan kinerja waktu pelayanan kapal di pelabuhan. Berdasarkan buku yang ditulis oleh Antonio Estache dengan judul Privatization and Regulation of Transport Infrastructure: Guidelines for Policymakers and Regulator, Turn Round Time atau TRT adalah total waktu yang dihabiskan kapal di pelabuhan, dari pintu masuk hingga ke pintu keluar. Artinya Turn Round Time (TRT) atau waktu pelayanan kapal di pelabuhan adalah jumlah jam selama kapal berada di pelabuhan yang dihitung sejak kapal tiba di lokasi lego jangkar sampai kapal berangkat meninggalkan lokasi lego jangkar yang dinyatakan dalam satuan jam. Sederhananya Turn Round Time ini adalah total waktu keseluruhan selama kapal di lokasi lego jangkar.
Umumnya lamanya TRT kapal di pelabuhan Indonesia bisa mencapai 53,38 jam. Tidak berbeda jauh dengan TRT yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan luar negeri. Misalnya adalah Pelabuhan Tanjung Priuk, untuk pelayaran domestik rata-rata TRT nya adalah 43,34 jam sedangkan untuk pelayaran ocean going adalah 22,28 jam. Sedangkan pelabuhan Belawan, TRT dapat mencapai 77 jam. Adapun cara untuk menghitung TRT ini adalah dengan menjumlahkan keseluruhan waktu pelayanan kapal di pelabuhan, yaitu: WT (waiting time) atau waktu tunggu kapal di pelabuhan, ET (effective time) atau waktu efektif yang digunakan selama proses bongkar-muat di dermaga, BT (berthing time) atau waktu kapal tambat yang terhitung sejak ikat tali sampai lepas tali di tambatan dan BWT (berth working time) atau waktu keseluruhan yang digunakan untuk bongkar-muat selama kapal di dermaga, NOT (Non operation time) atau waktu berhenti yang direncanakan selama kapal di Pelabuhan, Postpone Time atau waktu jeda akibat pengurusan dokumen, dan Approach Time atau waktu yang dihabiskan mulai dari bergerak ke lokasi labuh sampai ikat tali di dermaga.
Tingginya TRT kapal di pelabuhan dipengaruhi oleh lamanya waktu-waktu pelayanan yang sudah disebutkan di atas. Selain itu, tingginya TRT ini juga dipengaruhi oleh volume muatan. Maka, penting untuk terlebih dahulu mengukur berapa ton muatan yang dapat ditangani per hari atau per jam selama kapal di pelabuhan.
Hal ini berdampak pada kualitas kinerja pelayanan di pelabuhan dan berujung pada besarnya kerugian yang ditanggung oleh pemilik kapal, Kalau bisa dampaknya lebih spesifik dek. Misal, Ship owner bisa menanggung kerugian lebih dari quantity muatan yg di bongkar, kualitas kinerja pelayanan di pelabuhan semakin menurun di karenakan waiting time yang terlalu lama, dll.
Misalnya, kapal MV. Santosa tiba di pelabuhan 4 Juli 2020 dan direncanakan akan menghabiskan waktu 2 hari (48 jam) di pelabuhan. Namun, kenyataannya kapal menghabiskan waktu 60 jam untuk seluruh pelayanan di pelabuhan. Hal ini bisa disebabkan oleh Waiting Time kapal di pelabuhan atau Postpone Time untuk pengurusan dokumen berjalan lebih lama dari perencanaan atau bisa juga disebabkan bongkar-muat muatan yang tidak sesuai rencana sebelumnya. Sehingga, rencana kapal untuk keluar dari pelabuhan 6 Juli 2020 justru harus keluar pelabuhan keesokan harinya, 7 Juli 2020 dan terlambat menuju pelabuhan selanjutnya.
Kita rumuskan dengan sederhana:
Perencanaan TRT MV. Santosa
Sandar : 04 Juli 2020 04.00 WIB
Bongkar/muat: 100 box/100 box
Lepas Sandar : 6 Juli 04.00 WIB
∑(Jam sandar – Jam lepas sandar) : ∑(Jumlah Kapal)
=
(48) : 1
= 48 Jam
Realisasi TRT MV. Santosa
Sandar : 04 Juli 2020 04.00 WIB
Bongkar/muat: 100 box/155 box
Lepas Sandar : 7 Juli 16.00 WIB
∑(Jam sandar – Jam lepas sandar) : ∑ (Jumlah Kapal)
=
(60) : 1
= 60 Jam
Pada contoh di atas, jumlah muatan yang dibongkar-muat tidak sesuai rencana. Sehingga dengan memperhatikan jenis dan volume muatan, maka kita dapat meningkatkan produktivitas bongkar muat yang dapat menurunkan TRT kapal di pelabuhan. Solusi lainnya adalah dengan meningkatkan kesiapan operator pelabuhan atau manajemen operasional stakeholder terkait di pelabuhan.
Pada akhir tahun 2019, PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Pelindo secara resmi meluncurkan sistem pelayanan kepelabuhanan yang berbaru, yakni Port Operation Command Center (POCC) yang berbasis internet. POCC ini beroperasi selama 24 jam non-stop dalam 7 hari sehingga pelabuhan dapat mengatur aktivitas bongkar muat dan jadwal sandar kapal lebih mudah. Dengan adanya POCC yang terintegrasi dengan TOS (operasional terminal), Vasa (pelayanan kapal) dan Anjungan (pelayanan tagihan) serta sistem Inaportnet (sistem informasi kepelabuhanan) dapat mendorong ketepatan perencanaan sandar dan bongkar-muat kapal sehingga bisa mengurangi waiting time dan menekan total Turn Round Time.
Nah, gimana mates? Sudah jelas bukan? Semoga bermanfaat ya.
Nice Article