source : https://www.wociberica.com/
Hai mates! Kalau membahas tentang pelabuhan, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai kegiatan bongkar-muat. Proses bongkar muat di pelabuhan ini tidak selalu lancar, loh! Bahkan beberapa kapal bisa terlambat menuju pelabuhan berikutnya atau juga bisa lebih cepat dari waktu yang diagendakan sebelumnya. Hal ini dapat berdampak pada lamanya kapal di pelabuhan dan memengaruhi biaya sewa yang harus dibayarkan.
Kali ini, kita akan membahas beberapa istilah yang perlu teman-teman ketahui terkait masalah tersebut, diantaranya Demurrage, Despatch dan Detention.
Yuk, bahas satu per satu!
Berdasarkan buku Hukum Maritim karangan Dhiana Puspitawati, dkk.
Demurrage merupakan pemberian hak kepada pemilik kapal untuk menerima kompensasi dari peyewa kapal/pemilik muatan berkaitan dengan waktu bongkar – muat cargo yang melebihi waktu yang diperbolehkan dalam charter party.
Yang mana, muatan ini belum selesai di bongkar-muat ke atau dari kapal dan masih berada di dalam kontainer. Biaya demurrage yang harus dibayarkan ini adalah sebesar yang sudah disepakati dalam charter party.
Sedangkan Despatch adalah
suatu kondisi dimana proses bongkar-muat cargo yang ada di kapal berlangsung lebih cepat daripada yang disepakati dalam charter party.
Sehingga pemilik kapal harus membayarkan kompensasi kepada penyewa kapal/pemilik cargo tersebut. Dengan kata lain, despatch merupakan kebalikan dari demurrage.
Jika demurrage dibayarkan karena adanya kelebihan waktu bongkar-muat cargo di dalam kontainer, berbeda dengan detention. Dalam buku berjudul Bisnis dan Transaksi Internasional karya Ratu Erlina Gentari, dkk.
Detention didefinisikan sebagai biaya yang harus dibayarkan oleh penyewa kapal/pemilik muatan kepada pemilik kapal karena penyewa kapal melebihi batas waktu pengembalian kontainer kosong.
Yang mana kontainer ini sudah dalam keadaan selesai dibongkar atau belum mengalami proses muat tetapi belum dikembalikan dan melebihi batas waktu bebas yang disepekati. Dalam proses muat, waktu pengembalian kontainer ini terhitung sejak kontainer keluar dari gudang penyimpanan sampai kontainer masuk ke pintu pelabuhan (get in). Dan dalam proses bongkar, yaitu saat kontainer keluar pintu pelabuhan (get out) sampai masuk ke gudang penyimpanan.
Berikut salah satu ilustrasi bagaimana terjadinya demurrage
Misalnya, pada kesepakatan dalam charter party, PT. A sebagai penyewa kapal menyatakan akan menyewa kapal selama 30 hari kepada PT. B sebagai pemilik kapal. Namun, karena pengurusan dokumen di pelabuhan berjalan lambat menyebabkan proses bongkar-muat menghabiskan waktu 40 hari. Sehingga kapal harus berada di pelabuhan 10 hari lebih lama dari kesepakatan. Dari kejadian tersebut, maka PT. A harus membayarkan biaya kompensasi kepada PT. B, karena tidak sesuai dengan kesepakatan dalam charter party.
Loh, apa bedanya dengan Despatch dan Detention?
Ketika berbicara tentang Demurrage dan Despatch berarti kita membahas tentang berapa biaya kompensasi yang harus dibayarkan karena muatan di dalam kontainer belum selesai dimuat atau dibongkar atau justru selesai sebelum waktu kesepakatan. Sedangkan, ketika berbicara mengenai Detention berarti merujuk pada biaya atas batas waktu dalam penggunaan kontainer yang sudah selesai dibongkar atau dimuat. Artinya, Detention ini adalah biaya atas kelebihan waktu penggunaan kontainer kosong yang harusnya sudah dikembalikan.
Karenanya mates, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa banyak pemilik kapal yang mengeluhkan biaya Demurrage yang semakin membengkak seiring dengan banyaknya pengiriman barang yang masuk. Salah satunya disebabkan oleh sulitnya izin ekspor-impor dari Bea Cukai mengenai kelaikan barang dan urusan perizinan dokumen terkait. Sehingga, muatan yang harusnya dikirim tepat waktu jadi harus menetap di pelabuhan lebih sebulan atau dua bulan. Menyikapi hal ini, pemerintah menawarkan solusi guna menekan biaya demurrage ini adalah dengan meningkatkan standar kinerja di pelabuhan.
Seperti yang dilansir oleh detiknew.com , salah seorang pria berkebangsaan Swiss bernama Ruttiman yang membantu pembangunan jembatan gantung di Indonesia berniat untuk menyudahi bantuannya. Hal ini disebabkan karena sulitnya pengimporan bahan-bahan pembangunan jembatan seperti wire rope karena lambannya birokrasi. Lebih dari 2 bulan sejak kontainer tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, bahan bantuan tersebut belum juga dibogkar karena lamanya proses rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait dalam proses hibah ini.
Hal ini tentunya menyebabkan tingginya biaya demurrage yang harus dibayarkan, sedangkan proses permintaan pengurangan atau penghilangan denda demurrage masih memerlukan waktu yang lama dari pihak pemilik kapal. Terkait kejadian ini, beberapa pihak terkait masih mengupayakan Ruttiman untuk tetap mau membantu pembangunan jembatan gantung di wilayah-wilayah Indonesia.
Semoga saja upaya pemerintah ini segera terealisasi dan bisa membantu memperkecil biaya sewa bagi charterer.
Nah, gimana mates sudah dapat pencerahan tentang demurrage dan kawan-kawannya belum? Semoga membantu kamu, ya. See you.