Bongkar muat barang adalah kegiatan yang mendukung kelancaran angkutan dari dan ke kapal di pelabuhan sehingga kegiatan ini mempunyai kedudukan yang penting bagi keberlangsungan proses pengiriman maupun keuntungan bagi pelabuhan. Kegiatan bongkar muat container tidak terlepas dari fasilitas penunjang, seperti dermaga dan alat bongkar muat, seperti Quay Container Crane.
Dengan fasilitas yang memadai, aktivitas bongkar muat dapat berjalan lancar, dan nantinya memicu peningkatan produktivitas, serta daya jual yang dimiliki pelabuhan kepada stakeholder-nya. Dalam pelaksanaannya, ada dua proses untuk mengukur keproduktifan alat bongkar muat yaitu:
- Box Crane Per Hour (BCH) merupakan satuan yang menunjukkan banyaknya container atau box yang dimuat maupun dibongkar dalam satu jam. Dengan cara perhitungan sebagai berikut :
- Box Per Ship Per Hour(BSH)yaitu banyaknya box container yang mampu dibongkar atau dimuat oleh pihak terminal terhadap suatu kapal dalam waktu satu jam.
Simulasi Umum
Simulasi Umum suatu dermaga melayani bongkar muat sebuah kapal yang berisi 400 container, dengan jam kerja 20 jam, dan menggunakan 2 QCC (Quay Container Crane) hitunglah BSH dan BCH dari kegiatan tersebut.
Selama 20 jam berlangsung, produktivitas bongkar muatnya menjadi 40 box container. Selanjutnya dengan menggunakan 2 Quay Container Crane Dari data tersebut bisa dihitung BCH sebagai berikut :
Selama 1 jam, dengan 2 Quay Continer Crane maka produktivitas crane nya adalah 20 box/crane/hour
Keterangan : B = Box C = Crane S = Ship H = Hour
Singkatnya, BCH dapat digunakan untuk menganalisis produktivitas kegiatan bongkar muat. Artinya, semakin banyak box yang dipindahkan oleh crane persatuan waktu maka produktivitas dan efektivitas dari kegiatan bongkar muat akan semakin tinggi. Meskipun begitu, ada pula faktor eksternal yang memengaruhi seperti cuaca yang tak dapat diprediksi dan mampu menghambat aktivitas bongkar muat.. Selain itu bagi manajemen pengoperasia alat, BCH menjadi bahan evaluasi dalam penggunaan peralatan bongkar muat.
Untuk pemanfaatan BCH, contohnya mengutip dari republika.co.id, PT Jakarta International Container Terminal (JICT) menjaga produktivitas bongkar muat dengan menetapkan pembayaran berdasarkan jumlah box container. Sistem ini dinilai efektif dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja bongkar muat, sehingga nilai BCH akan tetap tinggi dan tetap stabil. Namun, sesuai ketentuan dari kemenhub, produktivitas bongkar muat di JICT ditetapkapkan sebesar 27 box container/alat/jam dan 25 box container/alat/jam untuk Terminal Peti Kemas (TPK) Koja.
Menyadur dari Bisnis.com, untuk strategi BSH contohnya dari PT. Pelabuhan Indonesia III memperpanjang dermaga Pelabuhan Bagendang di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menjadi 440 m. Hal ini merupakan strategi untuk meningkatkan produktivitas dermaga atau nilai BSH, dengan harapan kapal-kapal yang semula harus mengantri, kini bisa lebih cepat sandar dan membongkar kargonya di dermaga. Berdasarkan data Pelindo III semester/2019, pelabuhan Bagendang sudah disandari oleh 100 unit kapal dengan bobot 389.692 GT dengan arus peti kemas 29.943 TEUs. Di mana pemanjangan dermaga akan berdampak bada jumlah kapal yang bisa melakukan bongkar muat secara bersamaan, hal ini akankan meningkatnilai produktivitas dermaga serta meminimalisir waktu tunggu kapal.
Berbeda dengan BCH, BSH atau produktivitas dermaga lebih menitik beratkan kepada penekanan biaya tambat. Semakin besar produktivitas dermaga, maka hal ini bisa menjadi nilai jual bagi penyedia jasa. Penyedia jasa bongkar muat dapat memasarkan jasanya dengan menawarkan keunggulan efisiensi biaya dan waktu. Mengapa demikian? Jika tingkat produktivitas tinggi waktu tunggu kapal akan lebih singkat, sehingga barang dapat segera diangkut oleh sang pemilik yang dirasa akan menguntungkan.
Sehingga pelanggan atau customer pelabuhan mengetahui kecepatan pelayanan pada dermaga pelabuhan tempat kapalnya bersandar.
Pada dasarnya BCH menjadi suatu ukuran kinerja alat dalam aktivitas bongkar muat, dengan itu kita akan melihat seberapa jauh kemampuan produktivitas alat dalam satu jam sebagai dasar pengukuran penghitungan terhadap BSH. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan performansi alat tidak berjalan sesuai Service Level Agreement(SLA).
Berikut faktor – faktor kurangnya sosialisasi SLA kepada divisi atau unit terkait pemahaman akan performasi alat serta apa yang akan dicapai, yaitu:
- Perbaikan alat tidak sesuai dengan SLA
Perusahaan memiliki standar SLA alatnya tersendiri, sesudah dilakukan maintenance akan dilakukan running test terhadap alat. Dalam kasus ini dikarenakan mengejar target produksi alat bongkar muat tidak dilakukan trial terlebih dahulu, seperti perbaikan alat tanpa dilakukan pengetesan ulang. Hal tersebut mengakibatkan alat mengalami kerusakan kembali dan akhirnya memakai alat pengganti darurat, hal ini tidak sesuai dengan SLA yang berlaku. - Ketidaksesuaian Posisi Kapal
Saat proses penyandaran kapal, yang mana bentuk dermaga seringkali tidak dapat menyesuaikan bentuk kapal, menimbulkan terhambatnya proses bongkar muat. Sebab bentuk kapal tidak dapat menyesuaikan dengan posisi crane. Untuk menyesuaikan posisi sandar kapal dengan dermaga membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sehingga akan menghambat proses sandar kapal dan SLA tidak tercapai. - Kondisi / Life Time alat bongkar muat yang belum diperbaharui dan cenderung tua.
- Adanya Perubahan Kinerja Alat
Adanya perubahan kinerja alat pemindahan box crane terjadi karena beberapa hal, seperti pada poin 3. Kondisi alat yang semakin tua harus diganti dengan alat baru seperti, selain itu cuaca buruk juga berdampak bagi kinerja alat karena harus menyesuaikan dengan keadaan yang ada. (Elang)
Glossary
BCH : Box Crane Hour
BSH : Box Ship Hour
SLA : Service Level Agreement
adakah database mengenai informasi BCH yang ada di pelabuhan di seluruh indonesia?
halo angga terimakasih sudah bertanya, terkait hal tersebut saat ini belum tersedia. namun, setiap pelabuhan memiliki data BCH-nya masing masing. nantinya data tersebut akan digunakan untuk evaluasi terkait produktivitas serta target yang akan dicapai oleh masing-masing pelabuhan kedepannya.